Info Terbaru :
Terbaru

Belalang Sangit Serang Padi


Sajingan, Kompas - Sekitar 200 hektar tanaman padi di Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, terancam gagal panen karena serangan hama belalang sangit.

Kondisi ini diduga disebabkan maraknya pembukaan lahan dan hutan untuk perkebunan kelapa sawit di sekitar lahan pertanian.

Sekretaris Kelompok Tani Nelayan Andalan Kecamatan Sajingan Hasminudin, Senin (18/1), belum mengetahui berapa luas tanaman padi di empat desa lain di Kecamatan Sajingan yang juga diserang belalang sangit.

”Belalang menyerang padi milik petani yang siap berbuah. Bulir padi menjadi kosong dan hampir pasti gagal panen,” katanya.

Pengendalian hama dengan insektisida, menurut petugas penyuluh lapangan Desa Kaliau, Espa Hani, sudah dilakukan petani. Namun, upaya itu kandas karena tersapu hujan yang turun hampir setiap dua hari dalam dua pekan terakhir.

Imanuel (55), petani di Dusun Sungai Enau, Desa Kaliau, meminta pemerintah memberikan perhatian serius untuk menangani serangan belalang. Ancaman gagal panen sangat mengkhawatirkan petani.

Kepala Dusun Sungai Enau Poten AR mengaku semakin khawatir mengingat kondisi saat ini sebagian anak balita di Kecamatan Sajingan kekurangan gizi. ”Jika sampai gagal panen, dikhawatirkan anak balita yang kekurangan gizi semakin bertambah,” katanya.

Seperti diberitakan, sekitar 35 persen anak balita di Kecamatan Sajingan Besar pada tahun 2009 kekurangan gizi. Bahkan, 9,6 persen anak balita menderita gizi buruk.

Dari 509 anak balita yang terpantau di lima desa di Kecamatan Sajingan Besar, diketahui ada 130 anak balita yang tergolong dalam gizi kurang dan 48 anak balita tergolong gizi buruk (Kompas, 18/1). (WHY)
{[['']]}

Program Satu Juta Sapi Sulit Tercapai


BANDUNG, KOMPAS - Provinsi Jawa Barat sulit mencapai target penambahan populasi sapi potong sebanyak satu juta ekor untuk memenuhi target swasembada daging 2013. Minimnya insentif bagi peternak menyebabkan biaya produksi tetap tinggi sehingga mekanisme pembibitan berjalan lambat.

"Pemerintah seperti kurang serius mewujudkan target swasembada daging. Tidak ada satu pun insentif, baik dari segi kemudahan akses perbankan, penyediaan bibit, maupun pembinaan bagi peternakan rakyat dan swasta," ungkap Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Rochadi Tawaf, Kamis (14/1) di Bandung.

Pembibitan sapi potong, menurut Rochadi, harus dilakukan melalui konsep unit pembibitan ternak (village breeding center). Unit pembibitan sebaiknya berada di wilayah yang masyarakatnya masih memiliki budaya ternak yang kental, seperti Ciamis dan Sukabumi.

Sesuai Undang-Undang Peternakan No 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, pengusahaan bibit sapi sebenarnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Untuk itu, pemerintah harus memberi insentif kepada peternak atau pihak swasta yang serius mengembangkan bibit sapi potong.

Dia mencontohkan, saat ini belum ada satu pun peternak yang mampu mengakses kredit usaha pembibitan sapi (KUPS). KUPS adalah program pemerintah pusat dalam mengembangkan populasi sapi, dengan memberikan pinjaman lunak bunga 5 persen kepada peternak, dengan plafon maksimal Rp 10 juta per ekor. "Jabar bisa mencontoh Pemprov Jawa Timur yang menggerakkan perbankan daerah menjamin usaha pembibitan. Bahkan, ada subsidi untuk setiap anakan sapi yang dipelihara," kata Rochadi.

Dia memaparkan, populasi sapi potong di Jabar sekitar 300.000 ekor. Kebutuhan konsumsi mencapai 400.000 ekor per tahun. Dari total populasi 300.000 ekor itu, sapi lokal hanya menyumbang 20 persen atau 60.000 ekor di antaranya. Sisanya yang mencapai 240.000 ekor adalah sapi bakalan yang diimpor industri penggemukan sapi (feedlot) dan sapi impor yang langsung dipotong. "Dengan dukungan serius pun, penambahan populasi maksimal hanya 65.000 ekor per tahun. Program satu juta sapi baru tercapai mungkin setelah 10 tahun," katanya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Daging dan Sapi Indonesia Jabar Dadang Iskandar mengakui, selama ini kebutuhan sapi potong di pasar lebih banyak disuplai daging dari Jatim, Jateng, dan Lampung. Jabar juga masih sangat tergantung pada pasokan sapi potong produk industri penggemukan.

Industri penggemukan

Untuk memenuhi peningkatan permintaan daging yang diperkirakan terjadi pada 2010, salah satu industri penggemukan sapi di Jabar, PT Citra Agro Buana Semesta (CABS), menargetkan penjualan sapi potong pada 2010 mencapai 40.000 ekor atau naik 10 persen dibandingkan dengan 2009 yang sekitar 36.000 ekor.

Komisaris Utama PT CABS Yudi Guntara Noor, di sela-sela pencanangan Agro Peduli yang merupakan program tanggung jawab sosial perusahaan di Garut, mengatakan, untuk mencapai target, ia akan mengoptimalkan kapasitas kandang di Malangbong yang kini baru mencapai 9.000 ekor. Kapasitas itu baru mencapai 75 persen dari kapasitas maksimal 12.000 ekor.

Saat ini PT CABS menggemukkan sapi asal Australia jenis Australian Commercial Cross sebanyak 9.000 ekor di Malangbong dan 3.800 ekor di Jateng, dengan rentang penggemukan berkisar 75-90 hari. Yudi menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan pakan konsentrat yang mencapai 10 kg per ekor per hari, perusahaan bekerja sama dengan petani di Malangbong untuk pengadaan salah satu bahan baku pakan, yakni jagung. (GRE)
{[['']]}

Beras Organik Banyak Dicari Pasar


Bantul, Kompas - Minimnya suplai beras organik membuat peluang pengembangan komoditas ini terbuka lebar. Sayang, petani tidak memanfaatkan kesempatan. Mereka masih enggan mengembangkan pertanian organik karena terbiasa pertanian serba instan dengan bantuan pupuk kimia pabrik.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul Edy Suharyanto, Kamis (14/1). "Produksi beras yang benar-banar murni organik di Bantul belum bisa melebihi angka 10 ton. Masih sangat terbatas. Yang banyak beredar adalah semiorganik," katanya.

Menurutnya, beras murni organik ditanam tanpa pupuk kimia, tanpa pestisida, dan menggunakan air tanah sehingga terhindar dari berbagai jenis limbah cair. Di pasar, kriteria beras seperti itu sulit dijumpai. Yang ada adalah semiorganik, yakni sudah menggunakan pupuk organik, tapi masih memakai pestisida dan air sungai.

Edy menuturkan, masih enggannya petani mengembangkan beras organik karena terbiasa dengan sistem instan. Soal penggunaan pupuk organik dampaknya memang diperoleh dalam jangka waktu lama. Sementara itu, hasil pupuk kimia bisa segera terlihat.

"Tak heran, meski Bantul sudah memiliki pabrik pupuk organik sendiri, serapannya baru sekitar 30 persen. Tahun lalu yang dialokasikan untuk Bantul sebanyak 6.000 ton, tetapi baru terserap 2.000 ton," katanya.

Di pasaran, harga beras organik berkisar Rp 8.000-Rp 10.000. Bagi petani, harga tersebut menggiurkan. "Kelompok kami sedang mencoba membudidayakan beras organik. Kami berharap mendapatkan pendampingan agar hasilnya panennya memuaskan," kata Sudirman, petani di Dusun Sawahan, Pendowoharjo, Bantul.

Peluang kerja sama antara petani dan pengusaha produk pertanian organik terbuka di Kulon Progo. Penjualan beras dan sayuran organik lebih menguntungkan petani karena nilai jualnya lebih tinggi.

CV Pro Petani Sejahtera, misalnya, siap membeli produk-produk pertanian organik dari petani dengan harga tinggi. "Harga yang kami tawarkan rata-rata Rp 2.000 lebih tinggi dari harga produk biasa. Misalnya, untuk beras organik kami beli Rp 10.000 per kilogram, lebih tinggi dari beras lain yang hanya Rp 7.500 per kg," kata Direktur CV Pro Petani Sejahtera Sri Maryono.

Kendati demikian, syarat yang ditetapkan dirasa memberatkan petani karena tidak mudah menerapkan pertanian organik murni. (ENY/YOP)
{[['']]}

Harga Beras di Pasar Naik


Tangerang, Kompas - Dalam dua pekan terakhir, harga beras di tingkat agen mengalami kenaikan sekitar Rp 200 per kilogram. Sementara di tingkat pengecer harga naik hingga Rp 400 per kilogram. Kenaikan ini dipicu oleh seretnya pasokan dari daerah produksi beras.

Selain beras, harga gula pasir dan komoditas tomat juga naik. Berdasarkan pengamatan, Sabtu (9/1) dan Minggu (10/1), kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok itu terjadi di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan; Pasar Ciputat, Tangerang Selatan; serta Pasar Baru Ciledug dan Pasar Lama, Kota Tangerang.

”Pasokan beras dari Jawa belum ada karena saat ini sebagian tanaman padi masih hijau dan sebagian petani baru memasuki musim tanam,” kata Ilham, agen beras di Pasar Kebayoran Lama.

Okian, pedagang beras di Pasar Ciputat, mengatakan, sudah dua minggu terakhir pasokan beras dari Pasar Induk Beras Cipinang berkurang. Hal itu memengaruhi pengiriman produk tersebut ke tingkat agen dan pengecer.

”Menurut pedagang di pasar induk, barang dari daerah kosong sehingga persediaannya semakin terbatas,” kata Okian.

Menurut Abdul, agen beras di Pasar Baru Ciledug, terbatasnya persediaan beras karena jatah pasokan beras untuk agen di pasar-pasar kini dibatasi. Dalam kondisi normal, dirinya mendapatkan jatah pengiriman 1 ton beras setiap kali pengiriman atau seminggu sekali. Sejak dua pekan terakhir, kata Abdul, dirinya hanya mendapatkan jatah separuh dari pengiriman normal.



Harga beras

Harga beras di tingkat agen mengalami kenaikan rata-rata Rp 200 per kg. Harga beras Ramos 3 naik dari Rp 4.800 menjadi Rp 5.000 per kg dan Rp 5.000 naik menjadi Rp 5.200 per kg.

Harga beras Pandan Wangi naik bervariasi dari Rp 6.500 menjadi Rp 6.700 per kg, dari Rp 6.800 menjadi Rp 7.000 per kg, dan dari Rp 7.200 menjadi Rp 7.400 per kg.

Untuk harga beras Ramos I naik dari Rp 5.400 menjadi Rp 5.600 per kg dan Rp 5.600 menjadi Rp 5.800 per kg. Sementara harga beras Ramos II Rp 5.500 menjadi Rp 5.700 per kg serta beras Sengon asal Bandung naik dari Rp 5.800 menjadi Rp 6.200 per kg.

Sementara itu, harga di tingkat pengecer naik rata-rata sebesar Rp 400 per kg.



Gula dan tomat

Kenaikan harga juga terjadi pada komoditas gula pasir dan tomat. Harga gula pasir naik bervariasi Rp 1.000 sampai Rp 2.000 per kg menjadi Rp 9.000-Rp 9.500 per kg. Namun, besarnya kenaikan itu juga bergantung pada merek dagang produk tersebut. Sementara di warung kecil harga gula naik hingga mencapai Rp 11.000-Rp 12.000 per kg.

Kenaikan harga terus terjadi dalam sepekan terakhir untuk komoditas sayuran, yakni tomat. Sepekan lalu harga tomat Rp 4.000-Rp 5.000 per kg, tetapi dalam sepekan terakhir ini naik menjadi Rp 6.000-Rp 7.000 per kg dan kini menjadi Rp 9.000-Rp 10.000 per kg.

Sementara harga komoditas terigu masih stabil. ”Saya pusing karena harga gula naik tinggi. Namun, beruntung harga terigu masih stabil,” kata Syarif, pedagang martabak di Jalan HOS Cokroaminoto, Paninggilan Utara, Ciledug.

Menurut Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang, sampai saat ini harga terigu tidak naik. Sejauh ini Bogasari belum pernah menaikkan harga terigu.

Terakhir kali pihaknya menaikkan harga jual terigu pada Juli 2007. Bahkan, setelah itu perlahan-lahan harga jual terigu turun.

”Terakhir penurunan harga jual terigu terjadi pada November 2009,” ujar Franciscus, akhir pekan lalu. (PIN)
{[['']]}

Petani Tebar Ulang Benih


Karawang, Kompas - Lahan persemaian tanaman padi di Desa Sukatani, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, beberapa kali terendam banjir 10 hari ini. Bibit padi pun mati sehingga petani menebar benih lagi untuk kedua kali awal musim ini.

Toni, petani di Desa Sukatani, Minggu (10/1), mengatakan, banjir menggenangi persemaian untuk 25 hektar sawah di Blok Bengkok, 10 hektar di Blok Ash Shidiqiyah, dan 8 hektar Blok Wagir. Persawahan itu umumnya baru selesai diolah dan persemaian dengan usia bibit bervariasi antara 10 dan 15 hari.

”Hujan deras yang turun beberapa jam membuat sungai meluap dan menggenangi sawah-sawah yang posisinya rendah di sekitarnya. Itu terjadi beberapa kali sehingga bibit layu dan mati,” ujar Toni.

Luapan air berasal dari Kali Cermin dan Kali Masamah. Setiap musim hujan, dua sungai itu sering meluap dan memicu banjir di sebagian persawahan Kecamatan Cilamaya Wetan. Selain dangkal, tinggi tanggul sungai umumnya pendek dan saluran menyempit di beberapa titik.

Menurut Kepala Desa Sukatani Awang Taswan, areal yang kini puso adalah sebagian dari sekitar 150 hektar sawah rawan banjir di desanya. Saat banjir awal tahun lalu, seluas 158 hektar dari total 550 hektar sawah Desa Sukatani tergenang banjir selama beberapa hari dan membuat padi menjadi puso.

”Petani menebar benih lagi dengan dana pribadi pada awal musim ini. Kami masih menginventarisasi kerugian petani untuk mengusulkan bantuan benih ke pemerintah kabupaten melalui Dinas Pertanian Karawang,” ujar Awang.

Meski masih berisiko banjir, petani memilih segera menebar benih lagi. Mereka tidak ingin ketinggalan dari petani lain. Masa tanam yang tidak serempak dikhawatirkan memicu serangan hama dan membuat hasil panen anjlok.

Petani-petani di Kecamatan Indramayu, Balongan, dan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, hari Minggu kemarin tampak mengolah lahan sebelum ditanami bibit padi. Sebagian petani juga telah menyemai bibit.

Namun, di Kecamatan Kandanghaur dan Patrol, sebagian lahan sawah yang telah diolah terendam air yang meninggi. Sebagian persemaian bibit juga terendam. Kondisi serupa tampak di sebagian lahan persawahan di Kecamatan Pamanukan dan Ciasem, Kabupaten Subang.

Tunda tanam

Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Karawang Ijam Sujana menyatakan, sebagian persawahan di pesisir utara rawan banjir karena faktor geografis dan buruknya kondisi saluran pembuang. Kondisi saluran di muara sungai dangkal, memiliki tanggul rendah, dan menyempit karena bantarannya digarap warga.

Ijam menambahkan, petani di daerah golongan air IV dan V di pesisir utara memilih menunda penanaman hingga pertengahan Februari untuk menghindari banjir. Mereka, antara lain, tinggal di Kecamatan Tempuran, Pedes, Cilebar, Batujaya, Tirtajaya, dan Pakisjaya.

Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Karawang Kadarisman mengatakan, data total luas tanaman yang puso akibat banjir belum ada.

Hingga akhir pekan lalu realisasi tanam musim rendeng di Karawang 45.000 hektar atau 47,8 persen dari target tanam 94.000 hektar. (mkn/mul)
{[['']]}

Agrowisata di Gandus


Palembang, Kompas - Pemerintah Kota Palembang berencana menjadikan Pulokerto, Kecamatan Gandus, sebagai kawasan wisata terpadu seperti wisata agro, taman rekreasi, serta flora dan fauna. Langkah tersebut diharapkan memacu pertumbuhan ekonomi di kawasan seberang ulu.

Menurut Kepala Badan Perencanaan Daerah Kota Palembang Hilda Zulkifli, Sabtu (9/1) di Palembang, pemerintah serius untuk menjadikan Pulokerto sebagai kawasan agrowisata, jasa perdagangan, dan edukasi lingkungan. Dia juga menegaskan bahwa Pulokerto tidak akan diperuntukkan sebagai kawasan industri.

Saat ini Pemerintah Kota Palembang sudah menyusun detail perencanaan dengan bentuk konkret pembangunan kawasan rekreasi, infrastruktur pendukung edukasi, dan sarana-prasarana dasar.

”Selain darat, akses transportasi via sungai ke Pulokerto juga akan diperbaiki, salah satunya memaksimalkan fungsi kanal sungai,” kata Hilda.

Berdasarkan data perencanaan dari Bapeda Kota Palembang, sejumlah sarana pendukung yang akan dibangun, misalnya laboratorium teknologi, laboratorium biotik, laboratorium perikanan, dan laboratorium peternakan untuk keperluan riset dan pengembangan. Taman rekreasi keluarga juga akan dibangun di lokasi tersebut, dengan fasilitas pendukung taman bunga beserta taman kupu-kupu.

”Melalui program ini, diharapkan muncul dampak positif, yakni meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat setempat dan mempercepat kemajuan pembangunan di kawasan seberang ulu,” katanya.

Siapkan dana

Untuk mendukung rencana ini, Pemerintah Kota Palembang pada pertengahan pekan lalu mengundang konsultan PT Wiswakharman untuk memaparkan konsep pembangunan kawasan Pulokerto. Acara berlangsung di DPRD Kota Palembang.

Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra mengatakan, pemerintah telah menyiapkan dana sekitar Rp 380 miliar untuk merealisasikan proyek yang akan dimulai tahun 2010 ini. Tahap awal, pemerintah akan membebaskan lahan terlebih dulu.

”Pembebasan lahan ini penting untuk membangun infrastruktur dasar seperti jalan dan fasilitas publik lainnya. Selanjutnya, barulah pihak rekanan bisa memulai pembangunan proyek inti,” katanya.

Untuk pembebasan lahan, Pemkot Palembang sudah menyiapkan dana Rp 10 miliar. Dana digunakan untuk membebaskan lahan seluas 80 hektar. Dari total luas lahan proyek 120 hektar, Pemkota Palembang sudah memiliki lahan seluas 40 hektar. Sebagian besar lahan masih dimiliki masyarakat. (ONI)
{[['']]}

Petani Antusias Pengintegrasian Sapi dengan Kelapa Sawit


JAMBI, KOMPAS - Petani di Desa Bukit Baling, Kecamatan Sekernan, Kabupaten Muaro Jambi, antusias dengan program integrasi kelapa sawit dengan sapi yang dicanangkan Departemen Pertanian. Kolaborasi kelapa sawit dengan sapi dinilai mengurangi biaya produksi hingga 200 persen.

”Sebelum ada program integrasi kelapa sawit dengan sapi, kami harus membeli pupuk urea seharga Rp 300.000 per 50 kilogram (kg) hingga tiga kali dalam setahun. Kini kami hanya perlu membeli pupuk urea satu kali setahun karena sisanya menggunakan pupuk kandang dari kotoran sapi,” tutur Muji (78), ketua kelompok tani Sukodadi, sesuai acara pemberian 105 ekor sapi dari Departemen Pertanian di Perkebunan Kelapa Sawit yang dikelola PT Kirana Sekernan, Rabu (6/1).

Hadir dalam acara ini Direktur Perkebunan Kementerian Pertanian Ahmad Manggabarani, Bupati Muaro Jambi Burhanudin Mahir, Kepala Dinas Perkebunan dan Pertanian Provinsi Jambi Tagor Mulya Lubis, serta General Manager PT Kirana Sekernan Iranda Saleh.

Muji menambahkan, pupuk urea tetap dibutuhkan untuk menyuburkan daun dan batang kelapa sawit. Satu zak pupuk urea bisa digunakan untuk kelapa sawit seluas 50 hektar hingga 70 hektar. Dengan demikian, petani dapat memanen kelapa sawit hingga tiga kali dalam setahun. Saat ini harga kelapa sawit yang berusia tanam di atas 10 tahun mencapai Rp 1.200 per kg, sedangkan yang berusia tanam di bawah 10 tahun senilai Rp 920 per kg.

Bahan bakar biogas

Selain itu, kotoran sapi juga dapat dimanfaatkan petani menjadi bahan bakar biogas. Warno (45), salah seorang petani, mengatakan, warga dapat mengubah kotoran sapi menjadi biogas dengan dua buah alat yang disumbangkan PT Kirana Sekernan. ”Kami bisa memanfaatkan biogas untuk memasak. Bahkan kalau kami punya dinamo, biogas bisa digunakan untuk penerangan,” kata Warno.

Tahun lalu para petani kelapa sawit di Muaro Jambi mendapat bantuan senilai Rp 877 juta dari Departemen Pertanian. Selain dibelikan 105 ekor sapi, dana tersebut digunakan untuk membangun 12 kandang sapi baru dan satu mesin penggilingan pelepah untuk campuran pakan ternak. Bantuan diberikan kepada 1.483 kepala keluarga yang mengelola kebun plasma sudah produksi seluas 4.278 hektar.

Menurut General Manajer PT Kirana Sekernan Iranda Saleh, kebun plasma merupakan lahan yang diberikan pengelola untuk dicicil petani melalui kredit berbunga 6 persen setahun. Sebagai timbal balik, petani hanya boleh menjual hasil kelapa sawit kepada pengelola.

”Hal ini sangat membantu karena petani kini memiliki pendapatan bersih rata-rata Rp 5 juta per kavling (seluas 2 hektar) per bulan,” kata Muji.

Kendati demikian, Direktur Jenderal Perkebunan Ahmad Manggabarani mengingatkan petani agar tidak terlalu fokus menanam kelapa sawit saja. Mereka diharapkan juga menanam tanaman bernilai tinggi pada lahan yang sulit ditanami kelapa sawit.

”Kalau lahan yang terjal dibiarkan saja menjadi daerah resapan air. Adapun batas-batas antar tanaman kelapa sawit sebaiknya ditanami pohon mahoni atau pohon tembesu yang punya nilai jual,” tuturnya.

Strategi ini untuk mengantisipasi harga kelapa sawit yang naik dan turun karena dipengaruhi banyak faktor. Pemberian bantuan sapi sebenarnya juga bertujuan memberikan alternatif pendapatan bagi petani ketika harga jual kelapa sawit anjlok. (RIZ)

{[['']]}

Jamu Perlu Disaintifikasi


Kendal, Kompas - Pemerintah berupaya melakukan saintifikasi terhadap jamu dengan melibatkan para dokter melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Upaya itu guna mengangkat dan memperluas penggunaan jamu di masyarakat.

Program saintifikasi itu dicanangkan oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Rabu (6/1). Endang mengatakan, di tengah masih mahalnya harga obat karena, antara lain, 95 persen bahan bakunya masih impor, jamu yang asli Indonesia dapat menjadi alternatif menjaga kesehatan terutama untuk tindakan preventif, promotif, rehabilitatif, dan paliatif.

Lebih lanjut, lewat saintifikasi jamu tersebut diharapkan terkumpul bukti-bukti ilmiah tentang khasiat jamu. Saintifikasi jamu merupakan proses penelitian berbasis pelayanan kesehatan.

Selama ini, dokter enggan menggunakan jamu karena mereka berpegang pada terapi yang telah mempunyai bukti dan landasan ilmiah (evidence based). Saintifikasi itu bertujuan untuk memberikan landasan ilmiah penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Agus Purwandianto mengatakan, salah satu tahapan dari saintifikasi jamu ialah membentuk jaringan dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti.

”Tahap awal, di Kabupaten Kendal ada sembilan dokter terlibat untuk menggunakan setidaknya sembilan tanaman obat. Jamu yang akan digunakan oleh para dokter dan dikumpulkan bukti-bukti khasiatnya serta diteliti itu harus melalui Komisi Nasional Saintifikasi Jamu,” ujarnya.

Pemerintah daerah akan mendukung lewat kemudahan perizinan agar para dokter yang menggunakan jamu tersebut tidak menemukan kesulitan dalam menjalankan praktiknya.

Berbagai produk

Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi mengatakan, jamu mempunyai nilai ekonomis sangat besar karena dapat dikembangkan menjadi berbagai produk kesehatan, kecantikan, perawatan tubuh, dan makanan serta minuman. Krisnamurthi menghitung, nilai ekonomi jamu sekitar Rp 4 triliun dan menyerap jutaan tenaga kerja mulai dari petani, produsen, hingga distributor.

Dia mengatakan, terdapat 960 jenis tanaman yang diidentifikasi berpotensi sebagai obat dan 15 jenis yang sudah dibudidayakan secara resmi. Jamu menjadi sangat strategis karena pasar jamu dunia besar sekali.

Ketua Asosiasi Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia Charles Saerang mengatakan, program saintifikasi jamu dapat membuka peluang pasar baru bagi obat herbal. Untuk itu, penjualan obat herbal di Indonesia pada tahun 2010 ditargetkan mencapai Rp 10 triliun atau meningkat dibandingkan tahun 2009 sebesar Rp 8,5 triliun.

Selama ini, terdapat 240-400 jenis jamu yang diedarkan di pasar dalam negeri dan 80 jenis di antaranya juga diekspor ke Taiwan, Hongkong, dan Arab Saudi. ”Jamu tersebut dapat digunakan untuk hampir semua penyakit,” kata Charles.

Sebelum adanya program saintifikasi, sudah terdapat 5 jenis fitofarmaka dan 12 jenis obat herbal terstandar yang bisa dikonsumsi sebagai obat karena telah melewati uji klinis. Menurut Charles, diperlukan dokter khusus herbal, terutama dokter muda, yang nantinya dapat membuka praktik di klinik herbal untuk mendukung program saintifikasi jamu ini. ”Ada sekitar 60.000 dokter muda di Indonesia yang berpotensi menjadi dokter herbal. Adapun dokter-dokter tua masih susah diubah paradigmanya,” ujarnya.

Anggota Persatuan Dokter Herbal Medik Indonesia Cabang Jateng dr Lily Kresnowaty menuturkan, dokter yang dapat praktik di klinik herbal adalah dokter yang telah lulus uji kompetensi dan mendapat sertifikat dari Ikatan Dokter Indonesia. ”Selain sebagai dokter konvensional, dokter ini nantinya juga memiliki keahlian menjadi dokter herbal,” ujar Lily.

Setelah dianggap kompeten, dokter tersebut dapat mengeluarkan resep jamu sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. (INE/ILO)
{[['']]}

Bulog Kontrak Impor Gula Putih 48.150 Ton


Bandung, Kompas - Di tengah menipisnya stok gula di pasar dunia, Perum Bulog berhasil mengikat kontrak jual beli gula kristal putih impor sebanyak 48.150 ton dengan dua perusahaan perdagangan gula yang berbasis di Singapura. Realisasi impor diperkirakan mulai pekan depan hingga 15 Februari 2010.

Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso, Rabu (6/1) di Bandung, Jawa Barat, mengungkapkan, sebenarnya kuota impor gula yang diberikan pemerintah pada Bulog 50.000 ton. Namun, karena kendala teknis pengapalan, impor hanya bisa 48.150 ton.

”Harga yang didapat 741 dollar AS per ton sampai di pelabuhan Indonesia. Pada tahap awal akan datang 6.000 ton mulai pekan depan,” ungkap Sutarto. Dengan harga beli gula itu, harga jual gula di pasar domestik tanpa subsidi sekitar Rp 9.500 per kilogram.

Bulog siap jika pemerintah menghendaki Bulog menggelar pasar murah. Untuk itu, pemerintah yang menentukan harga jual gula di pasar murah. Selisih harga jual gula dengan harga beli Bulog ditanggung pemerintah.

Pemerintah memutuskan mengimpor gula kristal putih atau gula konsumsi. Impor untuk menutupi kekurangan persediaan gula dalam negeri 2010 sebanyak 500.000 ton. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Mustafa Abubakar mengatakan, pelaksanaan impor gula oleh beberapa perusahaan BUMN di antaranya PT Perkebunan Nusantara, PT Rajawali Nusantara Indonesia, dan Perum Bulog.

Dari Serang, Provinsi Banten, harga beras dan gula pasir terus naik. Pedagang mengeluh karena kenaikan harga itu mengurangi omzet penjualan.

Kepala Seksi Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Pemerintah Kota Serang Cahyana di Serang mengatakan, harga beras dan gula pasir di Serang awal Januari 2010 sudah naik di kisaran 15-20 persen dibandingkan pada awal Desember 2009.

Pada minggu pertama Desember, harga eceran beras IR-64 kualitas I sebesar Rp 5.400 per kg. Kini naik 20 persen menjadi Rp 6.500 per kg pada minggu pertama Januari. Beras IR-64 kualitas II naik 15 persen dari Rp 5.200 per kg menjadi Rp 6.000 per kg. Beras IR-64 kualitas III naik 14 persen dari Rp 5.000 menjadi Rp 5.700 per kg.

Harga eceran gula pasir di Serang pada minggu pertama Desember 2009 masih Rp 9.000 per kg. Per minggu pertama Januari 2010 sudah Rp 11.000 per kg, naik 22 persen. Kenaikan harga beras dan gula ini, kata Cahyana, terkait berkurangnya stok kedua komoditas tersebut. (CAS/MAS)
{[['']]}

Kenaikan HPP Jauh dari Harapan Petani


Bantul, Kompas - Kenaikan harga pembelian pemerintah atas gabah sebesar 10 persen masih jauh dari harapan para petani di Bantul, DI Yogyakarta. Kenaikan tersebut belum memberikan jaminan kesejahteraan yang layak bagi petani karena harga kebutuhan pokok terus melambung.

Siswo Raharjo (63), petani Dusun Kranginan, Desa Potorono, Banguntapan, Sabtu (2/1), mengaku senang atas kebijakan pemerintah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) dari Rp 2.400 per kilogram (kg) menjadi Rp 2.600 per kg. ”Meski bahagia, kenaikan itu belum sesuai dengan harapan kami,” katanya.

Menurut dia, nilai HPP untuk tahun 2010 seharusnya Rp 3.000 per kg untuk GKP. Dengan lahan sawah seluas 75 meter persegi, Siswo menghasilkan 4 kuintal GKP. Bila HPP Rp 2.600, ia memperoleh hasil sekitar Rp 1 juta. Padahal, untuk mendapatkan uang tersebut ia harus merawat padi selama tiga bulan.

”Jadi, kalau dihitung tiap bulan saya hanya mendapatkan hasil sekitar Rp 330.000. Itu belum dipotong biaya produksi seperti pupuk dan benih. Hasilnya mepet banget. Kalau HPP bisa Rp 3.000 per kg, hasil yang kami terima akan lebih besar,” katanya.

Hal senada dinyatakan Paiman (56), petani di Dusun Manding, Sabdodadi, Kabupaten Bantul. Menurut dia, hasil yang diperoleh petani saat ini tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Semua harga kebutuhan terus naik, sementara kenaikan harga gabah sangat tipis.

Menurut dia, nilai HPP menjadi parameter bagi para tengkulak dalam memborong gabah petani. Selama ini mereka selalu pasang harga di bawah HPP. Meski begitu, petani lebih suka menjual kepada tengkulak karena untuk bisa menjual ke Bulog dengan harga HPP, kadar air gabah maksimal 25 persen dan kualitasnya harus bagus. (ENY)
{[['']]}

Stok Menipis, Harga Rp 11.700 Per Kilogram


Kendal, Kompas - Seusai peringatan pergantian tahun, warga Kabupaten Kendal dan Kota Semarang, Jawa Tengah, resah akibat kenaikan harga gula pasir.

Pertengahan Desember 2009, harga gula pasir masih Rp 8.000 per kilogram. Namun, pada Sabtu (2/1), harga sudah tembus Rp 11.700-Rp 11.800 per kilogram.

Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Area PG Cepiring, Kabupaten Kendal, Khafid Sirotudin, Sabtu, menyatakan, pemerintah daerah tidak mampu mengendalikan harga gula. Sejak gula petani habis dilelang pertengahan Desember 2009, harga gula naik menjadi lebih dari Rp 7.600 per kilogram. Padahal, harga gula petani saat pelelangan hanya Rp 6.100 per kilogram.

”Gula petani hasil olahan PG Cepiring, Kendal, habis diborong oleh pedagang besar gula asal Semarang dan Surabaya. Dengan penguasaan gula oleh pedagang itu, mereka seenaknya mempermainkan harga pasaran gula,” kata Khafid.

Khafid mengatakan, perayaan Natal dan kegiatan menyambut Tahun Baru 2010 diperkirakan menyebabkan peningkatan permintaan gula di pasaran. Peningkatan permintaan gula itu tampaknya tidak diimbangi dengan ketersediaan gula yang cukup di pasaran. Stok di sejumlah daerah terbatas sehingga harga gula tidak terkendali.

”Kalau ditanya apakah kenaikan harga gula ini menguntungkan petani tebu, jawabnya tidak. Penyebabnya, gula petani sudah habis dibeli pedagang,” katanya.

Pedagang bahan pokok di Pasar Pedurungan, Semarang, Nurhadi, mengatakan, menjelang perayaan Tahun Baru, harga tebus gula di pasar grosir sudah naik. Harga tebus gula sudah rata-rata Rp 9.000 per kilogram. Kalau ditambah dengan ongkos kirim dan biaya lain-lain, mau tidak mau ia menjual gula seharga Rp 11.800 per kilogram.

Stok kurang

Ketua Asosiasi Distributor Gula Indonesia Jawa Tengah Bambang Husodo menyatakan, pada awal 2010, Jawa Tengah menghadapi krisis gula. Kebutuhan gula per tahun sebesar 360.000 ton. Namun, hasil survei di pasaran menunjukkan, masih ada kekurangan gula sebanyak 40.000 ton. Ini berarti Jateng gagal memenuhi target swasembada gula.

”Kekurangan itu harus segera dipenuhi supaya harga gula tidak terus melambung. Salah satu caranya adalah mendatangkan gula impor. Bila gula impor tiba, harga gula pasti stabil di bawah Rp 10.000 per kilogram,” kata Bambang.

Bambang meyakini para pedagang gula besar di Semarang, Solo, dan Purwokerto punya stok gula kurang dari 50.000 ton. Gula itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar hingga akhir Februari 2010.

Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah P Edison Ambarura mengakui, Jateng memerlukan impor gula untuk keperluan sepanjang tahun 2010 sebanyak 81.000 ton. (WHO)
{[['']]}

Kemampuan Menahan Hanya 20.000 Hektar


Jakarta, Kompas - Kemampuan anggaran pemerintah untuk menahan laju konversi lahan pertanian pangan maksimal hanya 20.000 hektar per tahun. Padahal, setiap tahun rata-rata konversi lahan pertanian pangan untuk kepentingan lain mencapai 100.000 ha. ”Kami upayakan agar anggaran yang tersedia mencukupi untuk menahan laju konversi hingga 100.000 ha,” ujar Menteri Pertanian Suswono di Jakarta, Kamis (31/12).

Untuk menahan laju konversi lahan pertanian pangan untuk kepentingan di luar pertanian, pemerintah mengandalkan tiga peraturan, yakni Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Peraturan Pemerintah tentang Penggunaan Lahan Telantar, dan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Usaha Tani Skala Luas.

Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Usaha Tani Skala Luas diperkirakan selesai Januari 2010. Dengan adanya aturan ini, pemerintah bisa memastikan perlindungan atas lahan pertanian pangan di luar Pulau Jawa.

”Penertiban lahan telantar itu, kami perkirakan akan mendapatkan lahan pertanian tambahan sekitar 2 juta ha,” kata Mentan.

Pemerintah memperkirakan, kebutuhan anggaran untuk mempertahankan lahan pertanian Rp 7 juta per hektar. Anggaran tersebut masih akan dibahas dalam APBN Perubahan 2010.

Data lahan pangan tidak pernah berubah, yakni 7 juta ha. Padahal, setiap tahun terjadi alih fungsi lahan 100.000 ha. Atas dasar itu, Departemen Pertanian mengagendakan audit lahan. ”Agenda utama kami adalah audit lahan karena selama ini kita tidak tahu berapa jumlah lahan yang tersedia sekarang,” ujar Suswono.

Dengan lahan yang tersedia saat ini, produktivitas setiap hektar lahan pertanian di Indonesia dilaporkan 5 ton per hektar. Ini belum mencapai produktivitas maksimalnya, kinerja setiap hektar lahan masih bisa ditingkatkan minimal 6 ton per hektar.

Dijelaskan, ada 2 juta ha lahan panen yang menghasilkan 63,8 juta ton gabah kering giling per tahun. Dengan System Rice of Intensification (SRI) produktivitas bisa ditingkatkan menjadi 8-9 ton per hektar. ”Kalau ada tambahan produktivitas 6 ton per hektar, total produktivitas nasional bisa mencapai 72 ton per tahun,” kata Suswono. (OIN)
{[['']]}

Produksi Pupuk Kaltim 2009


Jakarta, Kompas - PT Pupuk Kalimantan Timur memecahkan rekor produksi urea tertinggi sepanjang sejarah berdirinya perusahaan ini. Selama 2009, Pupuk Kaltim telah memproduksi 2.949.750 ton urea dan 1.880.087 ton amoniak.

Pencapaian tersebut disampaikan Direktur Utama Pupuk Kalimantan Timur Hidayat Nyakman pada Pengantongan Urea Akhir Tahun 2009 di Bontang, Kalimantan Timur, Kamis (31/12).

Jumlah produksi urea 2009 hampir menyamai kapasitas desain terpasang Pabrik PKT, yakni 2,98 juta ton. Adapun produksi amoniak melebihi kapasitas, yaitu 1,85 juta ton.

Produksi pupuk NPK tercatat 119.641 ton dan pupuk organik 7.955 ton.

Adapun untuk pemasaran, Hidayat menjelaskan, sepanjang 2009 PKT telah memasarkan 2,87 juta ton urea. Sebanyak 2,1 juta ton di antaranya untuk pasar urea bersubsidi dalam negeri, sedangkan untuk sektor perkebunan 555.000 ton dan industri 208.000 ton.

”Sepanjang tahun 2009 juga nyaris tidak terjadi gejolak atau kelangkaan pupuk di wilayah tanggung jawab distribusi PKT. Hal ini, antara lain, berkat penerapan sistem Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok yang cukup berhasil sehingga pupuk bersubsidi hanya disalurkan ke mereka yang berhak menerima. Mencegah penyelewengan dalam distribusi pupuk bersubsidi,” ujar Hidayat.

Tahun 2009, PKT juga membuat sejumlah proyek dan pengembangan, antara lain, proyek pembangunan boiler batu bara yang pemancangan tiang perdananya telah dilaksanakan. Proyek desalinasi dengan sistem reverse osmosis serta proyek pengembangan kelapa sawit.

PKT membentuk perusahaan patungan dengan PTPN XIII mengelola perkebunan kelapa sawit di Kutai Timur. PKT juga membangun pabrik NPK Fuse Granulation berkapasitas 2 x 100.000 ton dan mempersiapkan pembangunan Kaltim-5.

Di bidang keuangan, tahun 2009 PKT meraih laba Rp 667 miliar (un-audited, sebelum pajak) serta memperoleh peringkat AAA berdasarkan penilaian kinerja dari BPKP dan akuntan independen.

Bulan Oktober 2009, PKT menerbitkan obligasi dengan mencatat pembelian kupon total Rp 791 miliar. (*/OSA)
{[['']]}

Harga Jual Beras Bakal Naik


Jakarta, Kompas - Harga jual beras tahun ini diperkirakan naik 2 persen dibanding 2009. Hal ini terkait kebijakan pemerintah menaikkan harga pembelian pemerintah atas gabah dan beras.

Pemerintah menetapkan HPP atas gabah dan beras tahun 2010 naik 10 persen dibanding 2009. Kenaikan HPP tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan harga komoditas di luar negeri dan menjaga agar keuntungan usaha tani tetap tinggi.

”Kenaikan HPP atas gabah dan beras itu sudah memperhitungkan asumsi laju inflasi, mempertimbangkan kenaikan harga pupuk setelah masa tanam Oktober 2009-Maret 2010, serta kemungkinan lonjakan harga pangan dunia,” ujar Wakil Menteri Pertanian sekaligus Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Rabu (31/12).

Bayu memaparkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan, yang berlaku mulai 1 Januari 2010.

Dijelaskan, selama ini harga jual beras sudah jauh di atas HPP. ”Ini bagus artinya untuk petani, penghasilan mereka menjadi terjaga,” ujar Bayu.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Pertanian Suswono menyebutkan, harga gabah kering panen di tingkat petani dengan kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa atau kotoran 10 persen, Rp 2.640 per kg, sebelumnya Rp 2.400 per kg.

Adapun harga GKP di penggilingan Rp 2.685 per kg, sebelumnya Rp 2.440 per kg.

Suswono menjelaskan, akibat kenaikan HPP, terjadi kekurangan anggaran pengadaan beras di Bulog. Oleh karena itu, pemerintah perlu menambah anggaran bagi Bulog Rp 1,2 triliun. ”Ini akan kami bicarakan dalam pembahasan APBN Perubahan 2010,” ujar Suswono.

Subsidi pupuk

Selain anggaran pengadaan beras Bulog, pada APBN-P 2010 juga akan dibicarakan tentang

anggaran subsidi pupuk. Hal ini karena pemerintah ingin tidak ada kenaikan harga pupuk hingga Maret 2010.

”Pada masa panen Oktober 2009-Maret 2010 kami upayakan tidak ada kenaikan harga pupuk. Apakah perlu menambah anggaran atau tidak, akan dibahas di APBN-P 2010. Saat ini, pasokan pupuk berlimpah,” ujar Mentan.

Pagu anggaran subsidi pupuk 2010 ditetapkan Rp 11,3 triliun atau turun Rp 7,137 triliun dibandingkan APBN-P 2009.

Menurut Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso, cadangan beras Bulog saat ini 1,7 juta ton, lebih tinggi dibanding 2008 yang hanya 1,2 juta ton.

Dari cadangan tersebut, 500.000 ton untuk cadangan jika terjadi bencana alam. Sisanya, 1,2 juta ton untuk program beras bagi rakyat miskin 2010, yaitu 300.000 ton per bulan. ”Dengan cadangan yang ada, itu cukup untuk raskin selama empat bulan,” ujar Sutarto. (OIN)
{[['']]}
 
Support : Produksi Pertanian | Produksi Pertanian | Produksi Pertanian
Copyright © 2011. Produksi Pertanian - All Rights Reserved
Template Created by Produksi Pertanian Published by Produksi Pertanian
Proudly powered by Produksi Pertanian