{[['']]}
JAMBI, KOMPAS - Petani di Desa Bukit Baling, Kecamatan Sekernan, Kabupaten Muaro Jambi, antusias dengan program integrasi kelapa sawit dengan sapi yang dicanangkan Departemen Pertanian. Kolaborasi kelapa sawit dengan sapi dinilai mengurangi biaya produksi hingga 200 persen.
”Sebelum ada program integrasi kelapa sawit dengan sapi, kami harus membeli pupuk urea seharga Rp 300.000 per 50 kilogram (kg) hingga tiga kali dalam setahun. Kini kami hanya perlu membeli pupuk urea satu kali setahun karena sisanya menggunakan pupuk kandang dari kotoran sapi,” tutur Muji (78), ketua kelompok tani Sukodadi, sesuai acara pemberian 105 ekor sapi dari Departemen Pertanian di Perkebunan Kelapa Sawit yang dikelola PT Kirana Sekernan, Rabu (6/1).
Hadir dalam acara ini Direktur Perkebunan Kementerian Pertanian Ahmad Manggabarani, Bupati Muaro Jambi Burhanudin Mahir, Kepala Dinas Perkebunan dan Pertanian Provinsi Jambi Tagor Mulya Lubis, serta General Manager PT Kirana Sekernan Iranda Saleh.
Muji menambahkan, pupuk urea tetap dibutuhkan untuk menyuburkan daun dan batang kelapa sawit. Satu zak pupuk urea bisa digunakan untuk kelapa sawit seluas 50 hektar hingga 70 hektar. Dengan demikian, petani dapat memanen kelapa sawit hingga tiga kali dalam setahun. Saat ini harga kelapa sawit yang berusia tanam di atas 10 tahun mencapai Rp 1.200 per kg, sedangkan yang berusia tanam di bawah 10 tahun senilai Rp 920 per kg.
Bahan bakar biogas
Selain itu, kotoran sapi juga dapat dimanfaatkan petani menjadi bahan bakar biogas. Warno (45), salah seorang petani, mengatakan, warga dapat mengubah kotoran sapi menjadi biogas dengan dua buah alat yang disumbangkan PT Kirana Sekernan. ”Kami bisa memanfaatkan biogas untuk memasak. Bahkan kalau kami punya dinamo, biogas bisa digunakan untuk penerangan,” kata Warno.
Tahun lalu para petani kelapa sawit di Muaro Jambi mendapat bantuan senilai Rp 877 juta dari Departemen Pertanian. Selain dibelikan 105 ekor sapi, dana tersebut digunakan untuk membangun 12 kandang sapi baru dan satu mesin penggilingan pelepah untuk campuran pakan ternak. Bantuan diberikan kepada 1.483 kepala keluarga yang mengelola kebun plasma sudah produksi seluas 4.278 hektar.
Menurut General Manajer PT Kirana Sekernan Iranda Saleh, kebun plasma merupakan lahan yang diberikan pengelola untuk dicicil petani melalui kredit berbunga 6 persen setahun. Sebagai timbal balik, petani hanya boleh menjual hasil kelapa sawit kepada pengelola.
”Hal ini sangat membantu karena petani kini memiliki pendapatan bersih rata-rata Rp 5 juta per kavling (seluas 2 hektar) per bulan,” kata Muji.
Kendati demikian, Direktur Jenderal Perkebunan Ahmad Manggabarani mengingatkan petani agar tidak terlalu fokus menanam kelapa sawit saja. Mereka diharapkan juga menanam tanaman bernilai tinggi pada lahan yang sulit ditanami kelapa sawit.
”Kalau lahan yang terjal dibiarkan saja menjadi daerah resapan air. Adapun batas-batas antar tanaman kelapa sawit sebaiknya ditanami pohon mahoni atau pohon tembesu yang punya nilai jual,” tuturnya.
Strategi ini untuk mengantisipasi harga kelapa sawit yang naik dan turun karena dipengaruhi banyak faktor. Pemberian bantuan sapi sebenarnya juga bertujuan memberikan alternatif pendapatan bagi petani ketika harga jual kelapa sawit anjlok. (RIZ)
Posting Komentar