{[['']]}
MAKASSAR, KOMPAS - Tingginya curah hujan di Sulawesi Selatan membuat para petani kedelai di Kabupaten Maros dan Kabupaten Soppeng beralih menanam padi. Kondisi itu menyebabkan petani kehilangan pendapatan 30 persen tahun ini.
Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sipakatau di Desa Jenetaesa, Kecamatan Simbang, Maros, Mustari (39), Rabu (13/10), mengatakan, keputusan beralih menanam padi diambil petani sejak musim tanam kedua Juni lalu. Kala itu, setengah dari 600 hektar lahan kedelai milik 497 anggota Gapoktan Sipakatau terendam banjir. Para petani terpaksa menanam padi di lahan yang tak kunjung kering itu.Menurut Mustari, kedelai yang dihasilkan dari lahannya seluas 1 hektar berkisar 1,2-1,5 ton. Dengan harga kedelai jenis calon benih dan jenis konsumsi Rp 5.000 per kilogram (kg), ia meraup pendapatan bersih Rp 4,5 juta. Jika menanam padi, penghasilan bersih yang diperoleh hanya Rp 3 juta karena biaya produksi lebih besar.
Pengelolaan tanaman kedelai relatif lebih mudah daripada padi. Kedelai hanya perlu dipupuk dua kali dalam 85-90 hari masa tanam. Proses penanaman pun tidak membutuhkan pengolahan tanah seperti tanaman padi. Setelah ditebari jerami, lahan yang akan ditanami kedelai dilubangi untuk bibit lalu diberi air.
Keluhan terhadap anomali cuaca juga diutarakan Ketua Kelompok Tani Lapenneh di Desa Panincong, Kecamatan Maruliawa, Soppeng, Riswan (42). Hujan yang masih berlangsung membuat petani gagal menanam kedelai tahap ketiga tahun ini. Separuh dari lahan seluas 200 hektar yang dikelola 55 anggota kelompok tani Lapenneh terpaksa ditanami padi.
Kemitraan
”Kami berharap pemerintah menjamin pasar dan harga eceran tertinggi (HET) kedelai,” kata Riswan seusai menerima bantuan dana kemitraan sebesar Rp 100 juta dari PT Telkom Divisi Regional VII di Makassar, Rabu.
Menurut dia, pola kemitraan perlu dikembangkan untuk menjamin HET kedelai. Hal ini dinilai efektif mendorong petani untuk memprioritaskan kedelai jenis calon benih di lahan mereka.
Selama ini dari rata-rata 1,5 ton kedelai yang dihasilkan petani per hektar, sekitar 80 persen kedelai berjenis calon benih. Sisanya kedelai jenis konsumsi yang dijual kepada para pembuat tahu dan tempe.
Kepala Dinas Pertanian Sulsel Lutfi Halide mengatakan, pemerintah tengah menjajaki kerja sama dengan PT Sang Hyang Seri, badan usaha milik negara yang bergerak di bidang pengelolaan benih, agar bersedia menampung kedelai dari petani. ”Kerja sama ini akan menjamin HET kedelai sekaligus mengurangi ketergantungan petani terhadap tengkulak,” katanya.
Lutfi menambahkan, anomali cuaca mengganggu produksi kedelai di Sulsel. Tingginya curah hujan membuat target produksi 63.450 ton kedelai tahun ini sulit tercapai. Hingga bulan September 2010, produksi kedelai dari 45.000 hektar areal tanam di Sulsel baru mencapai 35.000 ton. Produksi kedelai tahun lalu mencapai 41.000 ton dan produksi nasional 925.000 ton. (RIZ)
Posting Komentar