Info Terbaru :
Terbaru

Alokasi Pupuk Tak Terserap


KARAWANG, KOMPAS - Alokasi urea bersubsidi untuk sebagian besar wilayah di Jawa Barat selama Januari-Mei 2010 baru terserap 94,7 persen dari total 244.845 ton. Mundurnya jadwal tanam akibat anomali cuaca serta banjir di awal tahun diduga menjadi pemicunya.

Kepala Biro Komunikasi PT Pupuk Kujang Arifin, Rabu (23/6) di Karawang, mengatakan, kebutuhan pupuk selama Januari-Mei, berdasarkan rincian permintaan yang diajukan pemerintah kota/kabupaten di wilayah pemasaran PT Pupuk Kujang di Jabar (kecuali Kuningan, Majalengka, Tasikmalaya, dan Banjar), mencapai 244.845 ton. Adapun realisasi distribusi selama kurun waktu tersebut adalah 231.872 ton.Arifin menambahkan, realisasi penyerapan pupuk di sebagian besar wilayah di Jabar lebih rendah daripada kuota yang ditetapkan. Kondisi itu berkebalikan dengan kota/kabupaten Tegal dan Brebes (Jawa Tengah) yang juga menjadi wilayah pemasaran PT Pupuk Kujang, yakni 100,22 persen dari kuota. Realisasi penyerapan di daerah itu sebanyak 41.242 ton dari alokasi 41.150 ton.

Menurut Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan Karawang Nachrowi Muhamad Nur, banjir yang menerjang sebagian wilayah Karawang pada Januari dan Februari lalu menyebabkan sebagian tanaman puso dan jadwal tanam mundur 1-2 bulan. Kondisi itu terjadi di daerah golongan air IV dan V di pesisir utara Karawang.

"Berdasarkan jadwal penggiliran air, seluruh persawahan di Karawang seharusnya sudah ditanami pada 15 Januari lalu. Namun, banjir memaksa petani menunda penanaman hingga dua bulan," ujar Nachrowi.

Organik

Selain banjir dan anomali cuaca, rendahnya penyerapan urea diduga dipicu meluasnya pemakaian pupuk organik. Sebagian petani beralih ke pupuk organik seiring dengan kenaikan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi serta peningkatan kesadaran untuk memperbaiki lingkungan.

Berdasarkan data Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan Karawang, hingga 15 Juni 2010 realisasi tanam musim tanam 2009/2010 ialah 97.395 hektar. Adapun luas panen mencapai 95.154 hektar. Nachrowi memperkirakan, untuk musim tanam 2010, hingga pekan terakhir Juni sekitar 40.000 hektar sawah telah ditanami padi. Sekitar 500 hektar di antaranya bahkan telah memasuki masa panen.

"Ada keterlambatan tanam pada musim tanam 2009/2010, tetapi petani kini mempercepat penanaman untuk mengejar jadwal penggiliran air. Kami berupaya agar target produksi tetap tercapai di akhir tahun," ungkapnya.

Realisasi produksi padi Karawang hingga pertengahan Juni ini adalah 695.293 ton gabah kering panen atau produktivitasnya rata-rata 7,3 ton per hektar. Angka itu mencapai 63,2 persen dari target produksi tahun ini, yakni sekitar 1,1 juta ton GKP.

Arifin menambahkan, stok pupuk di gudang pabrik dan gudang lini di setiap kota/kabupaten sebanyak 117.447 ton dan mencukupi kebutuhan petani. Kebutuhan petani Jabar selama Juni ini ialah 51.430 ton, sedangkan realisasi penyaluran hingga 22 Juni mencapai 33.962 ton.

"Sebanyak 4.955 ton urea kini dalam proses pengiriman ke gudang-gudang lini di setiap daerah. Petani tidak perlu khawatir kesulitan mencari pupuk karena stok saat ini cukup melimpah dan kedua pabrik terus berproduksi setiap hari," ujarnya. (mkn)
{[['']]}

Petani Cabai Untung Besar


PROGO, KOMPAS - Para petani cabai keriting merah yang menggarap lahan pasir di kawasan pesisir selatan Kulon Progo untung besar. Musim panen kali ini harga tertinggi cabai keriting merah sempat menembus angka Rp 25.500 per kilogram.

Ketua Asosiasi Pasar Tani Kulon Progo Sudiro menuturkan, harga cabai panen kali ini membuat petani bahagia. Selama lima belas kali panen, petani di Desa Garongan, Panjatan, Kulon Progo, mendapat harga jual Rp 10.300 per kg hingga Rp 25.500 per kg."Harga di pasar lelang berubah setiap hari, tetapi sejak dua minggu terakhir harga jual berada di atas Rp 20.000 per kg. Puncaknya kemarin mencapai Rp 25.500 per kg," ujarnya, Rabu (23/6).

Tingginya harga jual cabai saat ini memperbesar omzet di pasar lelang. Setiap malam, omzet penjualan cabai di lima kelompok petani Desa Garongan menembus angka Rp 1 miliar.

Padahal, selain di wilayah Desa Garongan, petani di wilayah Pantai Glagah hingga Bugel juga mulai memanen cabai.

Saat ini di wilayah pesisir selatan Kulon Progo terdapat setidaknya 21 titik pelelangan cabai. Pada masa panen raya, lelang cabai berlangsung setiap malam. Pembelinya berasal dari berbagai daerah, mulai dari Jawa Tengah hingga Jakarta.

Titik impas

Menurut Sudiro, setiap petani cabai sebenarnya mencapai titik impas jika harga jual cabai pada kisaran Rp 3.500 per kg. Tingginya harga jual cabai saat ini sangat menguntungkan mereka.

"Ini rezeki dari Tuhan. Petani sudah disusahkan terus oleh pemerintah, sekarang harga cabai milik petani pesisir malah jadi tinggi," ujarnya.

Salah satu petani cabai, Mujiran, menuturkan, pertanian di pesisir selatan Kulon progo telah cukup menjamin kehidupan warga. Dengan harga jual cabai yang mencapai Rp 24.000 per kg saat ini, petani bisa menyejahterakan dirinya sendiri.

Selain itu, setiap musim panen tiba petani di wilayah pesisir juga membuka peluang kerja bagi ratusan warga dari wilayah lain di Kulon Progo. Mereka bekerja sebagai buruh petik cabai dengan upah Rp 25.000-Rp 30.000 per orang per hari.

"Pertanian adalah penopang perekonomian masyarakat di pesisir Kulon Progo. Dengan kondisi sekarang negara tidak perlu memikirkan kehidupan rakyat di wilayah pesisir," kata Mujiran.

Meski sejahtera, para petani masih gelisah seiring rencana pemda menjadikan lahan tanam mereka sebagai tambang pasir besi. (ARA) Grafis: Dicky Sumber: BPS Kulon Progo, 2009 Produksi Cabai Besar Kulon Progo (dalam ton)
{[['']]}

Tanaman Palawija Diserang Tikus


Purbalingga, Kompas - Hama tikus tidak hanya menyerang tanaman padi, tetapi juga palawija. Di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, binatang pengerat ini memangsa aneka palawija, seperti kedelai, kacang panjang, dan sayuran lain. Luas serangan mencapai 60 hektar.

Serangan terparah terjadi di Kecamatan Padamara dan Kalimanah. Di Desa Kalitinggar, Padamara, hama tikus memakan habis kacang panjang yang ditanam petani secara tumpang sari dengan tanaman padi.

”Semula tikus-tikus itu menyerang padi. Karena sering digropyok dan banyak padi yang dibabat, tikus lalu menyerang palawija. Mereka rakus sekali,” kata Wandi (45), petani di Desa Kalitinggar, Selasa (1/6).Kawanan tikus berjumlah ribuan itu bersarang di pematang sawah. Namun, mereka kerap berpindah tempat sehingga sulit dideteksi keberadaannya.

Di Desa Sokawera dan Karangpule, tikus menyerang tanaman kedelai. Seiring dengan mulai habisnya tanaman padi karena dibabat, kedelai menjadi sasaran tikus. Serangan terhadap kedelai berlangsung sangat cepat. Seminggu terakhir, sekitar 10 hektar kedelai petani di Desa Karangpule ludes.

Koordinator Pengamat Hama pada Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jateng wilayah Purbalingga, Katiran, mengatakan, pada musim tanam kedua ini umumnya petani menanam palawija. Di saat yang sama, perkembangbiakan tikus berlangsung cepat seiring tak menentunya cuaca dan musim tanam padi yang tak serempak. ”Akibatnya, tanaman palawija yang berdampingan dengan tanaman padi ikut diserang,” katanya.

Serangan wereng

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah Aris Budiono di Kota Semarang menyatakan, hama wereng menyerang setidaknya 5.900 hektar tanaman padi di 28 kabupaten dari 35 kabupaten/kota di Jateng. Akibatnya, tanaman padi yang puso mencapai 760 hektar.

Menurut Ketua Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia Jateng Riyono, kerugian petani di Jateng setidaknya mencapai Rp 11,4 miliar. Perhitungannya, produksi 5-6 ton gabah per hektar dan harga gabah Rp 3.000 per kilogram.

Data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jateng, daerah terparah yang terkena hama wereng adalah di Kabupaten Klaten seluas 1.442 hektar. Daerah sentra padi di Jateng, seperti Sukoharjo, Boyolali, Pekalongan, Demak, dan Kendal, juga terserang.

”Di Klaten, petani bahkan sudah lima sampai enam kali gagal tanam karena terkena wereng,” kata Aris.

Menurut Aris, cara paling efektif untuk membasmi wereng adalah dengan memutus siklus, yaitu dengan mengubah pola tanam. Petani harus mengubah pola tanam dari padi-padi-padi menjadi padi-palawija-padi atau padi-padi-palawija. Untuk itu, Pemprov Jateng menyediakan bantuan benih palawija seperti jagung dan kedelai, serta pupuk. (HAN/UTI)
{[['']]}

Pedoman Pelaksanaan Pengujian Keamanan Hayati


Rekayasa genetik melalui teknik transgenik telah lama digunakan pada hewan baik pada taraf penerapan maupun eksperimental. Tujuan utama dari pemanfaatan teknik transgenik adalah terjadinya perubahan fenotipik yang dapat bersifat menyeluruh maupun parsial. Dua aspek yang dapat diharapkan dalam pemanfaatan teknik transgenik adalah:
(1) “perbaikan” kinerja atau produktivitas ternak/hewan secara lebih cepat dibandingkan teknik pemuliabiakan konvensional, (2) “introduksi” komponen keunggulan tertentu yang sama sekali baru. Termasuk dalam kategori pertama misalnya adalah usaha untuk menyisipkan gen yang merangsang pertumbuhan dan produksi susu. Sementara itu, untuk kategori ke dua adalah penyisipan gen untuk produksi protein farmasetik melalui susu, produksi organ tubuh untuk pencangkokan pada manusia, ketahanan terhadap penyakit tertentu, sistem kekebalan tubuh, dan kemampuan pemanfaatan pakan yang lebih baik. Berbagai upaya tersebut di atas, disamping mendatangkan manfaat yang besar, diduga membawa pula konsekuensi yang merugikan/membahayakan. Bahaya atau kerugian yang terjadi dapat berupa ancaman terhadap eksistensi hewan tersebut, lingkungan meliputi manusia, alam dan ekosistem hewani di sekitarnya. Dalam rangka pengaturan keamanan hayati suatu produk bioteknologi, Departemen Pertanian telah mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian No:856/Kpts/HK.330/9/1997 tentang Ketentuan Keamanan Hayati Produk Bioteknologi Pertanian Hasil Rekayasa Genetik (PBPHRG). Salah satu jenis dari PBPHRG adalah hewan transgenik dan bahan asal hewan transgenik hasil rekayasa genetik. Pemanfaatan hewan transgenik dan bahan asal hewan transgenik di Indonesia harus dilakukan secara seksama. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kekhawatiran bahwa kemungkinan hewan transgenik dan bahan asal hewan transgenik tersebut bisa berdampak negatif. Sehubungan dengan itu, maka diperlukan adanya uji keamanan hayati hewan transgenik dan bahan asal hewan transgenik. Keamanan hayati yang dimaksud dalam SK Menteri Pertanian tersebut adalah keadaan yang dihasilkan melalui upaya pencegahan terhadap hewan transgenik dan bahan asal hewan transgenik yang dapat mengganggu, merugikan dan/atau membahayakan bagi manusia, keanekaragaman hayati, dan lingkungan.

Proses produksi hewan transgenik dan bahan asal hewan transgenik melalui rekayasa genetik melibatkan beberapa tahap kegiatan di tingkat laboratorium dan lapangan. Dalam kaitannya dengan keamanan hayati, maka kegiatan pelaksanaan penelitian rekayasa genetik harus dilakukan di Fasilitas Uji Terbatas (FUT). Penampilan transgen dari hewan transgenik dan bahan asal hewan transgenik perlu dikarakterisasi dengan pengujian yang dilakukan di FUT. Apabila berdasarkan uji di laboratorium dan kandang terbatas tidak ditemukan faktor-faktor yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian bagi masyarakat dan lingkungan, maka dapat dilanjutkan dengan uji di lapangan terbatas. Contoh hewan transgenik, bahan asal hewan transgenik, protein hasil rekayasa genetik dan beberapa ekspresi transgen.

Sumber: Indonesia Biotechnology Information Center (http://atanitokyo.blogspot.com/)

{[['']]}

Pengadaan Beras Baru 40 Persen


Jakarta, Kompas - Sampai 31 Mei 2010, pembelian gabah dan beras Perum Bulog baru 40 persen atau 1.289.661 ton setara beras. Sementara target pengadaan beras tahun ini 3,2 juta ton. Jumlah pembelian ini baru sekitar 40 persen dari target pengadaan beras 2010 sebanyak 3,2 juta ton.

Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso, Selasa (1/6) di Jakarta, mengungkapkan, pengadaan beras Bulog sangat bergantung pada peningkatan produksi padi nasional.”Bila produksi beras 2010 naik kurang dari 1 persen, ada kemungkinan pembelian beras Bulog maksimal hanya 2 juta ton,” katanya.

Namun, jika ada peningkatan produksi padi 1,5-2 persen, pengadaan beras Bulog diperkirakan bisa mencapai 2,4 juta ton. Sutarto mengakui, pengadaan beras Bulog kali ini tidak akan bisa seperti tahun 2009.

Saat itu produksi padi nasional naik 5,83 persen, jauh di atas peningkatan jumlah penduduk yang hanya 1,3 persen.

Saat ini jumlah pembelian beras harian Bulog rata-rata 20.000 ton atau turun 5.000-6.000 ton dibandingkan pembelian harian saat panen raya padi. Padahal, panen raya padi sudah berlalu.

Sutarto juga menyatakan, pada panen padi saat ini banyak gabah yang kualitasnya kurang bagus. Hal itu tidak memungkinkan Bulog untuk membeli karena akan berdampak pada kualitas raskin.

Stok beras tipis

Rendahnya pembelian beras Bulog akan berdampak pada tipisnya stok beras nasional. Pada awal tahun 2010 stok beras Bulog 1,7 juta ton.

Dengan tambahan pembelian beras 2010 yang diperkirakan 2 juta ton, akan terkumpul beras di Bulog sebanyak 3,7 juta ton.

Dari jumlah itu, sebanyak 2,8 juta ton akan disalurkan untuk raskin, 500.000 ton untuk cadangan beras pemerintah (CBP), dan sekitar 400.000 ton merupakan stok beras Bulog. Panen padi musim gadu diharapkan bagus karena iklim mendukung.

Untuk mengejar pembelian, Bulog juga akan melakukan percepatan pembelian beras sepanjang panen gadu 2010. Caranya dengan menggenjot pengadaan di luar Jawa.

Di Pulau Jawa, target pengadaan sudah tercapai 92,52 persen atau sebanyak 951.663 ton. Sementara di luar Pulau Jawa baru 65,9 persen. Pengadaan terendah di Sulawesi Selatan, yakni hanya 61,15 persen.

Percepatan peningkatan pengadaan beras akan dilakukan dengan membeli lebih banyak gabah dengan memanfaatkan unit pengolahan gabah dan beras Bulog. Terkait sulitnya petani menjual gabah kering giling secara tunai, Sutarto menyatakan bahwa hal itu akibat ulah tengkulak.

”Tengkulak banyak menimbun beras sehingga kehabisan modal. Bulog selalu siap membeli secara tunai,” katanya.

Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan menyatakan, nilai tukar petani padi (NTP) pada Mei 2010 turun 0,08 persen dibandingkan dengan NTP bulan lalu. NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat daya beli petani di pedesaan. Semakin menurun NTP, semakin rendah daya beli petani.

Sementara harga gabah kering panen naik 0,64 persen menjadi Rp 2.825,29 per kilogram. Harga gabah kering giling naik 3,98 persen atau menjadi Rp 3.443,51 per kilogram di tingkat petani.(MAS/RYO)
{[['']]}
 
Support : Produksi Pertanian | Produksi Pertanian | Produksi Pertanian
Copyright © 2011. Produksi Pertanian - All Rights Reserved
Template Created by Produksi Pertanian Published by Produksi Pertanian
Proudly powered by Produksi Pertanian