{[['']]}
Jakarta, Kompas - Untuk menekan dampak kerugian petani akibat musim kemarau 2010 yang bakal datang lebih awal, petani diminta menanam komoditas pangan yang lebih efisien menyerap air. Menanam jagung, singkong, dan umbi-umbian lain merupakan pilihan terbaik bagi petani.
Ketua Umum Wahana Masyarakat Tani Indonesia (Wamti) Agusdin Pulungan, Rabu (10/3) di Jakarta, menyarankan agar petani lahan kering menanam umbi-umbian dan singkong, bukan padi. ”Tanaman umbi-umbian atau singkong lebih sedikit memerlukan air sehingga dapat menekan risiko kegagalan panen,” katanya.
Menurut pengamat perberasan Husein Sawit, menanam jagung relatif lebih hemat air ketimbang menanam padi. ”Apalagi jagung sat ini harganya bagus, Rp 2.500 per kilogram,” ujarnya.
Direktur Irigasi Kementerian Pekerjaan Umum Imam Agus mengatakan, volume beberapa bendungan selama musim hujan tidak terlalu penuh. ”Untuk bendungan yang airnya hanya untuk irigasi, kami dapat tampung air lebih lama. Tetapi, bila air bendungan itu juga untuk pembangkit listrik, mau tak mau kami gelontorkan airnya,” katanya.
Bila petani memaksakan diri menanam padi, sementara pasokan air kurang, dikhawatirkan petani akan merugi akibat gagal panen. Selain itu, biaya produksi padi akan relatif tinggi.
Karena itu, Agusdin dan Husein meminta pemerintah secepatnya melakukan sosialisasi kepada petani terkait kondisi iklim yang bakal terjadi. ”Saya yakin banyak petani yang tidak tahu dan menganggap iklim seperti biasa. Kalau ketidaktahuan ini dibiarkan, petani akan menderita kerugian,” kata Agusdin.
Mengacu ramalan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, musim kemarau tahun ini akan datang lebih awal. Luas lahan pertanian beririgasi yang bakal terkena kemarau lebih awal mulai Maret-Mei 2010 sekitar 209.051 hektar, adapun lahan nonirigasi 2.902.920 hektar.
Husein berpendapat, musim kemarau yang maju akan berdampak serius pada produksi beras nasional. Apalagi, produksi beras musim tanam gadu mencapai 35 persen dari rata-rata produksi setahun. Tahun 2009 produksi padi 63,8 juta ton gabah kering giling (GKG).
Majunya musim kemarau di lahan beririgasi akan berdampak buruk terhadap tanaman padi di ujung pengairan sehingga bisa menyebabkan gagal panen. Adapun di lahan nonirigasi sebaiknya dilakukan pengalihan jenis komoditas yang ditanam.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, rata-rata produktivitas tanaman padi nasional 4,97 ton per hektar. Data Kementerian Pertanian menunjukkan, produktivitas padi di lahan nonirigasi tahun 2007 sebanyak 2,6 ton per hektar.
Ancaman kekurangan pasokan air di lahan nonirigasi berdampak pada potensi kehilangan produksi padi hingga 7,54 juta ton GKG, adapun di lahan irigasi 1,02 juta ton GKG. Hasil perhitungan itu terjadi dengan catatan bila pengalihan jenis tanaman dilakukan dan terjadi gagal panen.
Gencar beli beras
Guru Besar Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor Hermanto Siregar menyatakan akan ada ancaman berkurangnya produksi komoditas tanaman pangan akibat ketersediaan air di daerah. Ini terutama di lahan yang belum beririgasi teknis, atau prateknis, atau tadah hujan.
Datangnya musim kemarau yang lebih awal berdampak pada meningkatnya biaya produksi untuk pembelian input produksi. Hal ini terjadi karena belum semua barang kebutuhan produksi tersedia lebih awal. ”Ketidakpastian produksi menimbulkan biaya. Bagi konsumen, itu akan berdampak pada kenaikan harga barang produksi,” kata Hermanto.
Menurut pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta, Billy Haryanto, pedagang mulai gencar membeli gabah petani untuk disimpan. Diperkirakan kenaikan harga beras akan lebih awal terjadi. ”Bisa jadi pertengahan tahun harga mulai naik,” katanya. (MAS/RYO)
Posting Komentar