Info Terbaru :
Terbaru

Bulog Mulai Beli Beras dari Petani


Jakarta, Kompas - Perum Bulog mulai membeli gabah dan beras menyambut panen raya padi tahun 2010. Pada pembelian tahun ini, Bulog menargetkan peningkatan volume pembelian gabah secara besar-besaran untuk mendorong perbaikan harga jual gabah di tingkat petani.

Menurut Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso, Minggu (21/2) di Jakarta, Bulog telah menyalurkan surat kredit (L/C) ke Divisi Regional ataupun Subdivisi Regional Bulog di berbagai daerah senilai Rp 3 triliun. L/C itu setara dengan pengadaan beras 600.000 ton.

”Besaran L/C akan disesuaikan dengan pembelian beras di lapangan dan pasti akan meningkat nilainya,” kata Sutarto. Tahun 2010 Bulog menargetkan pembelian gabah dan beras sebanyak 3,2 juta ton setara beras.

Dari jumlah itu, 1,920 juta ton merupakan pembelian dalam bentuk beras. Sekitar 2 juta ton akan dibeli dalam bentuk gabah kering giling (GKG). Jumlah ini setara dengan 1,28 juta ton beras.

Tahap awal pembelian beras dilakukan di Nusa Tenggara Barat dan Papua, menyusul Jawa Tengah. Di ketiga wilayah itu, panen padi berlangsung Februari 2010.

Sutarto mengakui, tahap pertama pengadaan belum besar, baru 160 ton dari 18.000 ton target pembelian Februari. Namun seiring dengan meluasnya areal panen, volume pembelian akan naik.

Dibandingkan sebelumnya, target pengadaan gabah Bulog tahun ini lebih besar 40 persen dari total pengadaan selama setahun. ”Dengan memperbesar pengadaan gabah, diharapkan mendongkrak harga gabah di tingkat petani, pendapatan petani akan meningkat,” ujar Sutarto yang juga Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian.

Guru besar ekonomi industri pertanian UGM, M Maksum, menyambut baik niat Bulog memperbesar proporsi pembelian gabah. Namun, dia khawatir niat Bulog terganjal kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras, di mana ga- bah ”lebih mahal” daripada beras.

Pemerintah menetapkan HPP gabah kering panen di tingkat petani Rp 2.640 per kg, GKG di penggilingan Rp 3.345, sedangkan beras Rp 5.060. Proporsi HPP gabah dan beras baru tercapai saat rendemen GKG sebesar 65 persen. Faktanya, rendemen tidak sebesar itu.

Panen raya Maret-April

Sutarto memperkirakan, panen raya padi baru Maret 2010 mengingat musim tanam padi musim rendeng 2009/2010 mundur satu hingga satu setengah bulan. Mundurnya musim tanam berdampak pada panen raya padi yang biasanya Januari-Februari kali ini mundur ke Maret-April.

Mengacu pada data Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, luas areal panen Januari 500.999 hektar (ha). Pada Februari naik menjadi 1.098.458 ha, Maret naik menjadi 1.801.759 ha, dan April menjadi 1.818.913 hektar. Adapun panen Mei dan Juni mulai turun berturut-turut 1.180.614 ha dan 897.260 ha.

Terkait dengan bakal tidak tercapainya target produksi padi 2010 akibat iklim, Sutarto mengatakan, pemerintah menyiapkan tiga langkah antisipasi: percepatan tanam, penanaman padi umur pendek, dan pompanisasi.

Percepatan tanam dilakukan di wilayah yang kini panen. Hal ini dilakukan untuk mengejar ketersediaan air saat sedang musim hujan. Penanaman padi umur pendek dilakukan di daerah yang rawan kekeringan. Pompanisasi dilakukan untuk mengantisipasi jika pasokan air berkurang.

”Kalau melihat adanya fenomena iklim El Nino yang cenderung melemah, ada harapan hujan masih akan berlangsung hingga bulan Juli. Tak khawatir kekeringan,” katanya.

Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan Winarno Tohir sebelumnya memperkirakan, target produksi padi 2010 sebanyak 65,10 juta ton tidak akan tercapai mengingat dampak iklim tak bersahabat yang menyebabkan mundurnya musim tanam dan panen. Produksi padi diperkirakan 2 juta-3 juta ton lebih rendah daripada target.

Menurut Sutarto, pencapaian produksi padi 2009 fantastis, yakni 63 juta ton, naik 5,84 persen dari tahun 2008. Karena itu, target produksi rata-rata yang naik 3,2 persen per tahun selama 2010- 2014 merupakan hal luar biasa.

Meski begitu, pihaknya yakin target produksi masih bisa dicapai dengan cara-cara khusus, seperti disebutkan di atas. Tentunya dia berharap musim hujan berlangsung normal dan masih terjadi hingga Juli. Kondisinya bakal lain jika kemarau datang lebih awal. (MAS)
{[['']]}

Benih Masih Impor dari China


Jakarta, Kompas - Hingga kini Indonesia masih bergantung pada impor induk benih padi hibrida dari China. Ini semakin membuat Indonesia ketinggalan dari China dalam produksi padi hibrida. China telah melakukan komersialisasi benih padi hibrida lebih dari 33 tahun lalu.
Jika ketertinggalan ini terus terjadi tanpa ada upaya mengatasi, saat beras masuk Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China tahun 2015, serbuan beras murah dari China sulit dibendung.

Menurut Menteri Pertanian Suswono, ketertinggalan itu harus diatasi dengan meningkatkan produktivitas padi. Untuk itu, harus dihasilkan benih padi unggul. ”Kita akan mendorong para peneliti di Kementerian Pertanian menyiapkan semua itu (memproduksi benih unggul) agar pada 2015 tidak terjadi masalah besar bagi Indonesia,” kata Suswono di Jakarta, Kamis (4/2).

Ia menjanjikan akan memberikan dukungan sarana, prasarana, dan fasilitas penelitian agar peneliti di Indonesia bisa bersaing. Dengan demikian, Indonesia tidak lagi bergantung pada induk benih padi hibrida impor.

Direktur Penelitian dan Pengembangan PT Sang Hyang Seri Nizwar Syafa’at menyatakan, perusahaannya mulai mengembangkan pejantan mandul untuk pengembangan benih padi hibrida. ”Kami harap, 4-5 tahun lagi sudah mampu menghasilkan pejantan mandul sendiri,” ujarnya.

Sampai saat ini, lanjutnya, belum ada satu pun lembaga penelitian di Indonesia yang mampu menciptakan pejantan mandul sendiri dengan produktivitas tinggi. ”Produsen benih padi Indonesia mengimpor pejantan mandul (betina), lalu mengawinkan dengan pejantan lokal yang sudah adaptif dengan kondisi lingkungan di sini,” kata Nizwar.

Berbeda dengan pengembangan benih padi konvensional atau inbrida, pengembangan benih padi hibrida memerlukan proses yang relatif lama.

Proses pengembangan benih padi hibrida membutuhkan pejantan mandul agar memperoleh kemurnian dalam persilangan. Perbanyakan pejantan mandul dilakukan dengan menyilangkan induk yang memiliki sifat yang sama. Hasil persilangan ini diperlukan sebagai tetua betina. Setelah dikawinkan dengan restorer atau formula atau pejantan, dihasilkan benih padi hibrida F1 yang siap ditanam petani.

PT Sang Hyang Seri saat ini mampu menghasilkan berbagai varietas padi hibrida, seperti SL-8 dengan produktivitas 12 ton gabah kering panen per hektar.

Nizwar menegaskan, hingga kini belum ada produsen benih padi hibrida di Indonesia yang mampu memproduksi benih padi hibrida dengan produktivitas 2 ton per hektar. ”Jika produktivitas benih di bawah 2 ton, nilai keekonomiannya belum tercapai,” tuturnya.

Data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian menunjukkan, sejak 2002 Balitbang Pertanian menghasilkan tujuh varietas padi hibrida, yakni Galur CMS A1, Galur CMS A2, Galur Restorer R 17, Galur Restorer R 32, Hipa 5 Ceva, Hipa 6 Jete, dan IR 8025A/BR827-35. Namun, produktivitas varietas-varietas itu masih kalah dibandingkan dengan varietas yang dimiliki China.

Daya saing harga

Menurut Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi, persaingan paling berat dengan China tahun 2015 terkait komoditas beras adalah pada daya saing harga dan efisiensi biaya produksi. ”Karena itu, produktivitas padi menjadi penting,” kata Bayu.

Dia menjelaskan, China yang beriklim subtropis memang lebih sedikit menghadapi serangan hama penyakit karena suhunya lebih dingin. ”Tetapi, kita punya ruang lain, yakni memiliki keragaman jenis padi,” ujarnya.

Oleh karena itu, usaha yang harus dilakukan adalah mengajak konsumen untuk lebih menyukai jenis-jenis beras tertentu yang dikembangkan di dalam negeri.

”Mengajak konsumen beras lokal agar seperti konsumen beras di Jepang, India, dan Timur Tengah yang lebih menyukai beras khusus, baik aroma, jenis, maupun rasa. Selain itu, diversifikasi konsumsi beras menjadi penting meski efisiensi produksi dan peningkatan produktivitas juga prioritas,” tutur Bayu.

Guna mendukung program kerja 100 hari, Kementerian Pertanian menyediakan benih padi umur pendek. Tiga jenis benih dasar padi varietas unggul yang dibagikan adalah Inpari 1, Silugonggo, dan Dodokan sebanyak 20 ton untuk sembilan provinsi penghasil utama beras. Provinsi itu antara lain Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. (MAS)



{[['']]}
 
Support : Produksi Pertanian | Produksi Pertanian | Produksi Pertanian
Copyright © 2011. Produksi Pertanian - All Rights Reserved
Template Created by Produksi Pertanian Published by Produksi Pertanian
Proudly powered by Produksi Pertanian